Oleh : Bung Anis Matta

Saudara-saudaraku semuanya,
Pada siang hari ini kita semuanya hadir di makam bung Tomo, untuk mendoakan beliau dan rekan-rekannya para pahlawan. Ada tiga makna yang menghadirkan kita ke sini, dan tiga makna ini yang ingin saya tegaskan pada momentum peringatan hari pahlawan 10 November ini :
Makna yang pertama adalah makna kesetiaan kepada bangsa dan tanah air.
Mereka semuanya para pahlawan yang terbaring di pemakaman ini adalah orang-orang yang telah membayar ongkos kemerdekaan yang kita nikmati hari ini dengan jiwa dan raga kita. Seandainya Indonesia adalah pohon, pohon ini tumbuh subur karena disirami dengan darah mereka, sendainya Indonesia adalah bangunan, bangunan ini menjadi kokoh karena dibuat dari tulang belulang mereka.
Itu sebabnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan kita akan makna kesetiaan, dan lawan dari kesetiaan adalah pengkhianatan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan : يا أيها الذين آمنوا لا تخونوا الله والرسول وتخونوا أمناتكم وأنتم تعلمون (Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengkhianati Allah dan RasulNYa dan menghianati amanah kalian sedangkan kalian mengetahuinya).
Para pendiri bangsa, para pahlawan yang telah mengantarkan kita menuju kemerdekaan ini mewariskan satu amanah kepada kita semuanya. Dulu mereka sudah merebutnya dan sudah mempertahankannya. Sekarang waktunya kita membesarkan apa yang telah mereka wariskan kepada kita.
Itulah sebabnya mengapa partai Gelora mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk membuat satu cita-cita nasional baru, membawa Indonesia menjadi lima besar dunia, Karena itu adalah cara kita mewarisi dan melaksanakan amanah perjuangan yang telah mereka wariskan kepada kita semuanya, dan itulah makna amanah yang termaktub dalam konstitusi kita, bahwa kita harus membawa Indonesia untuk ikut serta melakukan penertiban dunia, itu maknanya.
Jadi jangan kita pernah mengkhianati amanat para pahlawan dan para pendiri bangsa, apalagi di tengah situasi konflik geopolitik sekarang ini, dimana kita mudah terbawa ke dalam harus kekuatan salah satu kekuatan dunia.
Jadi penting pada pagi hari ini menegaskan makna kesetiaan kepada tanah tumpah darah kita, kepada bangsa kita, dan kesetiaan kita untuk terus membawa amanat perjuangan para pendiri bangsa dan pahlawan kita. Jangan pernah mengkhianati amanah dan perjuangan.
Makna yang kedua adalah bahwa kepahlawanan itu ini adalah sikap, adalah karakter. Tidak semua yang pergi berjuang bersama bung Tomo pada 10 November itu syahid pada waktu itu, termasuk bung Tomo sendiri, tidak syahid pada 10 November itu tahun 45. Tapi bung Tomo adalah perwakilan dari seluruh generasinya, dari seluruh orang yang berjuang bersama Beliau, untuk menegaskan satu makna, bahwa kemerdekaan itu tidak diberikan sebagai hadiah, melainkan direbut dan dipertahankan.
Ada jauh lebih banyak nama di pemakaman ini yang kita tidak kenal namanya, dan ada banyak nama yang mungkin tidak dimakamkan di pemakaman ini, tapi mereka semuanya adalah pahlawan, mereka semuanya memberikan jiwa dan raga mereka, dan untuk makna itulah saudara-saudara sekalian kita menghadirkan kembali makna yang abadi dari kepahlawanan adalah memberi, memberi apa saja yang bisa kita berikan, kita berikan tenaga kita, pikiran kita waktu kita, harta kita, dan nyawa kita untuk tujuan yang suci, memberi tanpa henti, itulah makna kepahlawanan abadi.
Bung Tomo tidak wafat di Surabaya, beliau wafat di Arab, berpuluh-puluh tahun setelah beliau dari pertempuran. Tapi berapa orang yang wafat, yang syahid pada peristiwa 10 November, kita tidak pernah tahu persis angkanya. Tapi makna memberi ini yang ingin kita tegaskan, apalagi kita sekarang ini sedang menghadapi krisis. Di saat krisis seperti ini kita perlu menghadirkan kembali nilai-nilai kepahlawanan yang abadi, yaitu memberi tanpa henti.
Yang ketiga, dan ini makna yang penting, terutama untuk kader-kader kita, bung Tomo pada dasarnya bukanlah sorang tentara, bung Tomo adalah seorang jurnalis, saya ulangi kembali, bung Tomo adalah seorang jurnalis, tapi beliau mengambil alih momentum 10 November itu, untuk menyebarkan semangat perlawanan mempertahankan kemerdekaan, garis bawahi kalimat ini : mengambil alih momentum, tidak peduli apa latar belakang beliau, beliau adalah sekali lagi seorang jurnalis, tapi beliau mengambil alih momentum dalam situasi yang sangat kritis, dan siapa yang dilawan oleh beliau dan kawan-kawannya pada waktu itu? pasukan sekutu yang baru saja memenangkan perang pasifik.
Kita tidak pernah memenangkan pertarungan pada 10 November itu, tapi kita mencatatnya bahwa di moment itulah kita menyatakan diri sebagai bangsa bahwa kita tidak akan pernah lagi kembali sebagai bangsa yang dijajah. Karena itu slogannya pada waktu itu – Allohu Akbar – sekali merdeka tetap merdeka.
Mereka mengambil alih momentum itu, momentum perlawanan untuk tidak pernah kembali. Dan saudara-saudara sekalian, semangat mereka inilah yang sekarang ini ingin kita hidupkan kembali, ketika Indonesia, ketika dunia sedang berada dalam krisis besar, dan tidak tidak ada diantara kita yang mengetahui sampai kapan krisis ini berujung,tidak ada di antara kita yang mengetahui kapan berakhir dari krisis ini, tapi dunia sedang berada dalam goncangan besar, dan hanya bangsa-bangsa yang berani berani mengambil momentum dalam situasi seperti ini yang bisa menjadi pemimpin.
Makna merebut momentum itulah yang kita warisi dari bung Tomo, sekali lagi beliau seorang jurnalis bukan seorang tentara, Tapi beliau mengambil alih momentum, beliau merebut momentum, dan merebut momentum inilah yang ingin kita hidupkan kembali, terutama ketika kita dan dunia seluruhnya berada di tengah krisis.
Saudara sekalian, inilah tiga makna yang menghadirkan kita di pemakaman ini, di depan makam bung Tomo, mudah-mudahan ruh pejuang beliau hidup kembali dalam jiwa kita semuanya, kalau dulu dari kota Surabaya mereka menyatakan satu tekad : sekali merdeka tetap merdeka.
Sekarang waktunya kita menyatakan satu tekad baru bahwa kita sudah merdeka, kita sudah mempertahankan kemerdekaan ini waktunya Indonesia merebut momentum menjadi bagian dari kepemimpinan dunia, sekali lagi ini waktunya Indonesia yang sudah merdeka, sudah mempertahankan kemerdekaannya, juga sudah membangun, dan sedang berada di pertengahan jalan, ini momentumnya untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan dunia saat ini.