Oleh : Bung Anis Matta
salam Gelora, salam Gelora
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saudara-saudaraku semua yang saya cintai, khususnya tamu kita pada malam hari ini, pak Dahlan, dari dulu sampai sekarang saya terus menerus membaca tulisan Pak Dahlan, dan saya kira hampir kita semua di sini mengikuti tulisan-tulisan Pak Dahlan, juga saudara-saudara saya dari DPN, ada pak Fahri yang kebetulan juga ulang tahun hari ini, selamat ulang tahun, mudah-mudahan diberikan umur panjang, hidup yang berkah, selalu sehat, dan terus berkontribusi untuk Indonesia dan dunia Insyaallah.
Ada Pak setjend, Pak bendum, ketua MPN ust. Muzhaffar, dan saudara-saudara sekalian, khususnya ketua DPW, dan seluruh ketua-ketua DPD juga yang hadir dari seluruh Jawa Timur pada malam hari ini. Ada bu Ratih juga dari DPN bersama saya, dan beberapa ketua bidang lainnya.
Saudara-saudara sekalian, dari dulu sekali saya percaya bahwa yang disebut pahlawan itu adalah manusia-manusia biasa yang berusaha melakukan pekerjaan-pekerjaan luar biasa, itu sebabnya saya percaya pada manusia, tidak penting apakah dia excellent atau dia istimewa, saya percaya manusia sebagai manusia, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri yang telah mengatakan bahwa manusia ini diciptakan dengan cara yang terbaik, dan dulu sekali.
Saudara-saudara sekalian, ide tentang manusia ini ada pada para pemimpin kita, Soekarno dulu menggagas ide tentang pembangunan karakter bangsa, Pak Harto menggagas ide tentang pembangunan manusia seutuhnya, yang terakhir Pak Jokowi juga menggagas ide tentang revolusi mental, semua Ide ini berhubungan tentang manusia.
Tapi yang ajaib adalah bahwa buku-buku tentang manusia Indonesia di Indonesia ini terlalu sedikit, mungkin yang paling kita ingat adalah buku yang ditulis oleh Muchtar Lubis, tentang manusia Indonesia, yang sebagian besar sifatnya yang disebutkan di situ hampir semuanya negatif, karena itu ide ini dari dulu menggoda saya, dan saya terus-menerus memikirkan ide ini, sejak saya masih mahasiswa.
Saya tertarik dengan ide ini, karena dari sejarah yang saya pahami, tidak pernah kemajuan suatu bangsa itu merupakan hasil yang seimbang antara impian dan sumber daya, tidak pernah, dan sesuatu disebut sebagai peristiwa sejarah adalah karena pencapaiannya terlalu besar, sumberdayanya terlalu sedikit.
Kenapa kita menyebut peristiwa 10 November itu peristiwa kepahlawanan yang dahsyat? dibanding dengan semua medan tempur yang pernah ada di belahan dunia yang lain, medan tempur ini bukanlah medan tempur yang besar, ini medan tempur yang kecil, tapi kita mengenangnya sebagai peristiwa penting, terutama karena kita adalah negara baru yang masih terlalu rapuh, tapi dengan semua yang kita miliki kita punya satu tekad sekali merdeka tetap merdeka.
Determinasi itulah yang kita tunjukkan di situ, dan itulah manusia, itulah manusia.
Bung Tomo tidak punya banyak hal ketika beliau berteriak Allahu Akbar, yang ada hanya semangat, tekad, tentara-tentara rakyat yang dimobilisasi juga tidak punya banyak persenjataan untuk melawan, tidak, tidak ada, tapi kita sudah terlalu lama bertekad untuk menjadi manusia merdeka, menjadi bangsa merdeka, dan itu yang membuat akhirnya kita mampu mempertahankan kemerdekaan kita.
Sekarang kalau kita mengenang hari pahlawan ini, saya ingin menggarisbawahi makna ini, bahwa seseorang disebut pahlawan itu, karena dia telah melakukan peristiwa-peristiwa besar, yang peristiwa itu melampaui semua sumber dayanya, itulah makna kepahlawanan, dan semangat kepahlawanan inilah yang ingin kita hidupkan kembali sebagai ruh nasionalisme baru Indonesia.
Itu sebabnya kita bikin mimpi menjadikan Indonesia sebagai lima besar dunia. Saya tahu ada jarak antara hari ini dengan mimpi itu, tapi jarak itu yang kita kejar, dan saya percaya bahwa manusia Indonesia bisa mencapainya, karena itu juga partai ini diberi nama gelombang rakyat.