
Stop Bicara Fahri, Beri Waktu Untuk Anis!
Fahri Hamzah lagi-lagi berulah, Ucapannya kembali membuat banyak kuping memerah. Belum lama ini Fahri cerewet soal oposisi. Lini masa pun ramai caci maki. Banyak pula yang memuji namun tak sedikit juga yang sudah antipati. Hingga muncullah jejak digital makan duren dengan Bobby, atau keluar meme Si Mulut Lobster Berdasi.
Tapi Fahri memang tidak pernah marah. Dia selalu menghadapi lawan debatnya dengan jurus terarah. Segala caci maki tak pernah diladeni, kecuali sudah mengarah pornografi atau menghina ibunnda yang dikasihi. Fahri memang keras, mulutnya tajam dengan kata yang deras, semua orang bisa diterabas dengan jalan pikirannya yang jernih dan bernas.
Pertemuan saya pertama kali dengan Fahri Hamzah memang tidak sengaja. Bermula dari ketika saya mulai gandrung berselancar di dunia maya, mengikuti cuitan-cuitannya di platform mikroblog, twitter yang padat kata. Pertengahan 2017 warga twitter yang difasilitasi pemilik akun @imanlagi dan @pangeransiahaan menggelar acara Netizen dan Fahri Hamzah. Iman dan Pange adalah founder asumsi.co. sebuah platform digital yang mendekatkan milenial dengan dunia politik dengan cara dan gaya kekinian. Fahri diundang karena di mata anak muda, khususnya warga twitter yang berisik dan sok pinter, Fahri Hamzah adalah sosok yang kontroversial dan dinyinyirin netizen sedunia maya, tentu berdampingan dengan Fadli Zon sang kolega. Duo sosok ini yang selalu jadi trending topic dan membuat main twitter semakin epic.
Twitter kala itu menjadi media sosial kasta tertinggi, sebab dibutuhkan kecerdasan untuk membuat cuitan dengan presisi. Keterbatasan karakter huruf yang hanya cukup 160 memaksa sang pembuat tuit mati kutu hingga agak bepeluh. Maka muncullah dengan apa yang disebut kultwit alias kuliah twitter, suatu upaya mengakali keterbatasan karakter dengan rangkaian tuit berseri yang bisa bikin pinter. Fahri paling sering kasih tuit berseri, bicara nya runtut dan terstruktur rapi. Kadang sesekali tuitnya dibumbui kata kasar seolah memaki. Pilihan diksinya pun cenderung berani, maklum saja karena akun dipegang sendiri.
Sadar atau tidak, persona Fahri yang sering jadi bahan hujatan neizen itu tumbuh dan berkembang di top of mind mereka. Tak perduli Fahri bicara apa saja, pokoknya dianggap jelek semua, padahal yang disampaikan Fahri banyak benarnya. Dulu waktu Fahri kritik KPK semua orang seolah tak percaya bahkan puncaknya dia bilang KPK bubar saja. Apa yang diramalkan Fahri kini benar adanya, KPK kini nyaris tak bernyawa. Beberapa kali Fahri kritik Jokowi untuk berani tampil ke depan pegang kendali, dan terbukti sekarang Jokowi dengarkan nasihat Fahri. Tapi netizen julid menganggap dia menjilat untuk dapat jabatan menteri.
Memang susah jadi Fahri Hamzah. Tindak tanduknya selalu bikin gerah, bahkan terkadang berujung masalah. Pasalnya dia ini wakil ketua umum Partai Gelora, partai yang sedang berjuang mendulang suara. Apa jadinya jika ia sering mengemuka, dengan wajah dan nada bicara yang kurang bersahaja? Fahri ini orang baik, tapi memahami isi pikirannya bisa bikin mata mendelik. Tipikal masyarakat Indonesia tidak suka digurui, karena kebanyakan sudah banyak yang merasa pinter sendiri. Fahri Hamzah lebih baik puasa bicara saja, beri waktu lebih banyak untuk Anis Matta.
Anis Matta memang karib sejati Fahri Hamzah, kedua nya sama-sama ulung bicara. Fahri lebih banyak orasi di jalan, makanya suaranya keras kadang tak karuan. Anis lebih banyak orasi di mimbar keummatan, suaranya lembut penuh keteduhan seolah penghilang dahaga di tengah kegersangan. Tetangga saya yang abangan, kelas terdidik menengah perkotaan, bahkan bisa dibuat mabuk kepayang, oleh tuturan kisah dari bibir Anis bak cerita wayang. Kata-kata yang keluar dari bibir Anis memang khas, semua yang dikisahkannya selalu membekas. Tetangga saya yang awam ini memang cuma sekali lihat Anis di televisi, yaitu ketika Anis bicara di depan konprensi pers sesaat setelah kejadian tak beres yang menimpa presiden pekaes. Dengan kepala tegak, Anis bicara tentang kisah Yusuf yang terdepak. Ratusan wartawan yang menyemut itu pun khidmat menyimak, sementara corong mikropon televisi itu mengabarkan kisah tersebut ke jutaan pemirsa, ke seluruh penjuru nusantara. Harus diakui, Anis mampu mengambil moment ini. Keterpurukan selalu memberi sebuah celah, maka ia kobarkan semangat dan bangkitkan sebuah izzah. Pikiran dan narasinya tidak hanya memberi pencerahan di internal kader dan simpatisan, namun juga tetangga saya tadi yang abangan. Saya iseng bertanya kepadanya, kenapa jatuh cinta dengan pikiran Anis Matta? Spontan dia menjawab “jujur saya terbuai, tak mudah jadi pemimpin di tengah badai!”
Anis Matta dan Fahri Hamzah adalah dua orang yang terbiasa menghadapi badai, apalagi keduanya orang pesisir yang hari-harinya bertemu gelombang pantai. Bisa jadi rumusan Gelombang Rakyat adalah buah pikiran dwitunggal ini. Orang yang sama-sama dibesarkan dengan hantaman karang, yang dininabobokan dengan kisah penakluk angin buritan, yang tak gentar dengan badai dan juga taufan. Kedua orang inilah yang menggenggam peta jalan, Sudah selayaknya keduanya harus berbagi peran. Supaya makin banyak orang ikut dalam rombongan, dan supaya pengikut dalam kapal yang sudah ambil kursi duluan tidak semakin jadi bahan bulan-bulanan.
Tata Gibrig on Twitter